6 Fakta Keteladanan Bung Hatta
Proklamator dan Pahlawan Nasional Mohammad Hatta banyak memberikan teladan soal kesederhanaan. Hatta mengajarkan menjadi pria terhormat tidak harus menjadi orang kaya. Hatta juga mencontohkan perilaku jujur dan menghindari korupsi. Sesuatu yang sangat langka saat ini.
Hari ini, Mohammad Hatta mendapat gelar pahlawan nasional dari pemerintah bersama dengan proklamator bangsa Ir Soekarno. Penganugerahan gelar pahlawan nasional diberikan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Rabu (7/11). Berikut beberapa kisah kesederhanaan Bung Hatta yang menggetarkan hati.
1. Kembalikan dana taktis wapres
Hatta bukan orang kaya. Gajinya sebagai wakil presiden selalu habis digunakan untuk membeli buku. Dia juga tidak pernah mau main ambil uang yang bukan haknya. Hatta pernah menyuruh asistennya mengembalikan dana taktis wakil presiden sebesar Rp 25 ribu. Padahal jika tidak dikembalikan pun tidak apa-apa. Dana taktis itu tidak perlu dipertanggungjawabkan. Tapi Hatta orang jujur yang punya kehormatan.
2. Kesulitan bayar tagihan listrik
Hatta, istri dan tiga anaknya tinggal di Jl Diponegoro 57, Jakarta. Hatta mendapat uang pensiun sebesar Rp 3.000. Jumlah itu terbilang kecil. Hatta pun terengah-engah membayar tagihan listrik rumahnya.
Hatta juga menolak semua jabatan komisaris baik dari perusahaan nasional maupun perusahaan asing. Dia merasa tidak bisa bertanggung jawab pada rakyat jika mengambil jabatan itu. Menurut Hatta, apa kata rakyat nanti kalau dia menerima jabatan sebagai komisaris. Bung Hatta juga menolak jabatan di Bank Dunia.
Seperti diketahui, jabatan komisaris perusahaan ini biasanya merupakan jatah pejabat yang pensiun. Tanpa perlu kerja, setiap bulannya para pejabat ini akan mendapatkan gaji buta. Karena itulah Hatta menolak.
3. Tak mampu beli sepatu bally
Kisah ini disampaikan oleh sekretaris pribadi Bung Hatta, Iding Wangsa Widjaja. Suatu ketika Bung Hatta berjalan-jalan di pertokoan di luar negeri. Dia mengidam-idamkan sepatu Bally yang terpampang di etalase. Begitu mengidamkannya, guntingan iklan sepatu Bally itu dia simpan di dompetnya. Dia berharap suatu waktu bisa membelinya.
Apa daya, sampai meninggal Bung Hatta belum bisa membeli sepatu Bally itu. Dan, guntingan iklan masih tersimpan di dompetnya. Andai saja Bung Hatta mau menggunakan kekuasaannya, tentu dia akan mudah mendapatkan sepatu Bally yang diidam-idamkan itu.
4. Istri menabung demi mesin jahit
Hatta hanya mengenal seorang wanita selama hidupnya. Dialah Rachmi Rahim yang biasa dipanggil Yuke. Usia Hatta dan Yuke terpaut 24 tahun. Saat menikah Yuke baru berusia 19 tahun. Maklum, Hatta pernah berjanji tidak akan menikah selama Indonesia belum merdeka.
Di sebuah Vila di Megamendung Bogor tanggal 18 November 1945, keduanya menikah. Yang unik, Hatta memberi Yuke mas kawin berupa buku karangannya yang berjudul Alam pikiran Yunani. Keluarga Hatta sempat protes. Masa iya menikah memberikan mas kawin berupa buku? Bukankah seharusnya emas atau harta yang berharga? Tapi itulah Hatta. Baginya buku dan ilmu pengetahuan adalah hal yang paling berharga.
Bahkan beredar guyonan sebenarnya Yuke adalah istri ketiga Hatta. Istri pertama Hatta adalah buku, istri keduanya buku, baru istri ketiganya Yuke. Hatta memang tidak pernah bisa dipisahkan dari buku.
Tapi rumah tangga keduanya berjalan harmonis puluhan tahun. Yuke mendampingi Hatta sebagai wakil presiden, mendampingi Hatta hijrah dari Jakarta ke Yogya. Yuke juga ikut menjadi tahanan rumah saat Belanda menduduki Yogyakarta 19 Desember 1945. Dia menyaksikan suaminya ditangkap dan dibuang ke Bangka.
Yuke juga mendampingi Hatta saat mundur sebagai wakil Presiden. Hatta kecewa melihat Soekarno yang menjadi diktator. Keluarga Hatta dengan tiga putrinya hidup pas-pasan karena Hatta tidak mau mengambil sesuatu yang bukan haknya.
Hingga akhirnya Hatta meninggal 14 Maret 1980. Jika dihitung pernikahan Hatta dan Rachmi Rahim berlangsung 35 tahun. Rachmi membaktikan hidupnya untuk pria luar biasa ini dan Hatta membuktikan, tak ada wanita lain dalam hidupnya. Pada suatu ketika, Rachmi tak mampu membeli mesin jahit idamannya. Hatta pun hanya bisa menyuruh Rachmi bersabar dan menabung lagi.
5. Naik haji dengan menabung
Selama ini kita mendengar dan melihat banyak pejabat di Indonesia pergi ke Mekkah menunaikan ibadah haji menggunakan fasilitas negara. Contoh terbaru adalah rombongan Menteri Agama Suryadharma Ali.
Sambil menjalankan tugasnya sebagai amirul haj Indonesia di Tanah Suci, Menag membawa rombongan dalam jumlah besar. Anggotanya adalah para kerabat, sahabat, dan koleganya di partai.
Rombongan jumbo itu tentu tidak patut. Apalagi jika rombongan itu semua ditanggung oleh negara. Bandingkan dengan sikap Mohammad Hatta.
Bung Hatta, biasa Mohammad Hatta dikenal, yang waktu itu menjadi wakil presiden menunjukkan sikap kesederhanaannya. Dalam buku "Mengenang Bung Hatta" yang ditulis oleh sekretaris Bung Hatta, Iding Wangsa Widjaja, buku itu menceritakan sosok luar biasa seorang Hatta.
Tahun 1952, Bung Hatta hendak melakukan ibadah haji bersama istri dan dua saudarinya. Waktu itu Bung Karno menawarkan agar menggunakan pesawat terbang yang biayanya ditanggung negara. Tapi Bung Hatta menolaknya, karena ia ingin pergi haji sebagai rakyat biasa, bukan sebagai wakil presiden. Dia menunaikan rukun Islam kelima dari hasil honorarium penerbitan beberapa bukunya.
6. Ingin dimakamkan di kuburan rakyat biasa
Bung Hatta yang dikenal sebagai Gandi dari Indonesia itu dikenal sangat ingin menyelami kehidupan sebagai rakyat Indonesia. Ketika meninggal dunia pun Hatta tidak mau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. Dia hanya ingin dimakamkan di taman makam biasa.
"Saya ingin dikubur di kuburan rakyat biasa. Saya adalah rakyat biasa," kata Hatta dikutip dari buku "Bung Hatta Menjawab" karangan Z Yasni.
Sumber : Merdeka
Mohammad Hatta - Proklamator dan Pahlawan Nasionalfoto : acehimage.com |
Hari ini, Mohammad Hatta mendapat gelar pahlawan nasional dari pemerintah bersama dengan proklamator bangsa Ir Soekarno. Penganugerahan gelar pahlawan nasional diberikan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara, Rabu (7/11). Berikut beberapa kisah kesederhanaan Bung Hatta yang menggetarkan hati.
1. Kembalikan dana taktis wapres
Hatta bukan orang kaya. Gajinya sebagai wakil presiden selalu habis digunakan untuk membeli buku. Dia juga tidak pernah mau main ambil uang yang bukan haknya. Hatta pernah menyuruh asistennya mengembalikan dana taktis wakil presiden sebesar Rp 25 ribu. Padahal jika tidak dikembalikan pun tidak apa-apa. Dana taktis itu tidak perlu dipertanggungjawabkan. Tapi Hatta orang jujur yang punya kehormatan.
2. Kesulitan bayar tagihan listrik
Hatta, istri dan tiga anaknya tinggal di Jl Diponegoro 57, Jakarta. Hatta mendapat uang pensiun sebesar Rp 3.000. Jumlah itu terbilang kecil. Hatta pun terengah-engah membayar tagihan listrik rumahnya.
Hatta juga menolak semua jabatan komisaris baik dari perusahaan nasional maupun perusahaan asing. Dia merasa tidak bisa bertanggung jawab pada rakyat jika mengambil jabatan itu. Menurut Hatta, apa kata rakyat nanti kalau dia menerima jabatan sebagai komisaris. Bung Hatta juga menolak jabatan di Bank Dunia.
Seperti diketahui, jabatan komisaris perusahaan ini biasanya merupakan jatah pejabat yang pensiun. Tanpa perlu kerja, setiap bulannya para pejabat ini akan mendapatkan gaji buta. Karena itulah Hatta menolak.
3. Tak mampu beli sepatu bally
Kisah ini disampaikan oleh sekretaris pribadi Bung Hatta, Iding Wangsa Widjaja. Suatu ketika Bung Hatta berjalan-jalan di pertokoan di luar negeri. Dia mengidam-idamkan sepatu Bally yang terpampang di etalase. Begitu mengidamkannya, guntingan iklan sepatu Bally itu dia simpan di dompetnya. Dia berharap suatu waktu bisa membelinya.
Apa daya, sampai meninggal Bung Hatta belum bisa membeli sepatu Bally itu. Dan, guntingan iklan masih tersimpan di dompetnya. Andai saja Bung Hatta mau menggunakan kekuasaannya, tentu dia akan mudah mendapatkan sepatu Bally yang diidam-idamkan itu.
4. Istri menabung demi mesin jahit
Hatta hanya mengenal seorang wanita selama hidupnya. Dialah Rachmi Rahim yang biasa dipanggil Yuke. Usia Hatta dan Yuke terpaut 24 tahun. Saat menikah Yuke baru berusia 19 tahun. Maklum, Hatta pernah berjanji tidak akan menikah selama Indonesia belum merdeka.
Di sebuah Vila di Megamendung Bogor tanggal 18 November 1945, keduanya menikah. Yang unik, Hatta memberi Yuke mas kawin berupa buku karangannya yang berjudul Alam pikiran Yunani. Keluarga Hatta sempat protes. Masa iya menikah memberikan mas kawin berupa buku? Bukankah seharusnya emas atau harta yang berharga? Tapi itulah Hatta. Baginya buku dan ilmu pengetahuan adalah hal yang paling berharga.
Bahkan beredar guyonan sebenarnya Yuke adalah istri ketiga Hatta. Istri pertama Hatta adalah buku, istri keduanya buku, baru istri ketiganya Yuke. Hatta memang tidak pernah bisa dipisahkan dari buku.
Tapi rumah tangga keduanya berjalan harmonis puluhan tahun. Yuke mendampingi Hatta sebagai wakil presiden, mendampingi Hatta hijrah dari Jakarta ke Yogya. Yuke juga ikut menjadi tahanan rumah saat Belanda menduduki Yogyakarta 19 Desember 1945. Dia menyaksikan suaminya ditangkap dan dibuang ke Bangka.
Yuke juga mendampingi Hatta saat mundur sebagai wakil Presiden. Hatta kecewa melihat Soekarno yang menjadi diktator. Keluarga Hatta dengan tiga putrinya hidup pas-pasan karena Hatta tidak mau mengambil sesuatu yang bukan haknya.
Hingga akhirnya Hatta meninggal 14 Maret 1980. Jika dihitung pernikahan Hatta dan Rachmi Rahim berlangsung 35 tahun. Rachmi membaktikan hidupnya untuk pria luar biasa ini dan Hatta membuktikan, tak ada wanita lain dalam hidupnya. Pada suatu ketika, Rachmi tak mampu membeli mesin jahit idamannya. Hatta pun hanya bisa menyuruh Rachmi bersabar dan menabung lagi.
5. Naik haji dengan menabung
Selama ini kita mendengar dan melihat banyak pejabat di Indonesia pergi ke Mekkah menunaikan ibadah haji menggunakan fasilitas negara. Contoh terbaru adalah rombongan Menteri Agama Suryadharma Ali.
Sambil menjalankan tugasnya sebagai amirul haj Indonesia di Tanah Suci, Menag membawa rombongan dalam jumlah besar. Anggotanya adalah para kerabat, sahabat, dan koleganya di partai.
Rombongan jumbo itu tentu tidak patut. Apalagi jika rombongan itu semua ditanggung oleh negara. Bandingkan dengan sikap Mohammad Hatta.
Bung Hatta, biasa Mohammad Hatta dikenal, yang waktu itu menjadi wakil presiden menunjukkan sikap kesederhanaannya. Dalam buku "Mengenang Bung Hatta" yang ditulis oleh sekretaris Bung Hatta, Iding Wangsa Widjaja, buku itu menceritakan sosok luar biasa seorang Hatta.
Tahun 1952, Bung Hatta hendak melakukan ibadah haji bersama istri dan dua saudarinya. Waktu itu Bung Karno menawarkan agar menggunakan pesawat terbang yang biayanya ditanggung negara. Tapi Bung Hatta menolaknya, karena ia ingin pergi haji sebagai rakyat biasa, bukan sebagai wakil presiden. Dia menunaikan rukun Islam kelima dari hasil honorarium penerbitan beberapa bukunya.
6. Ingin dimakamkan di kuburan rakyat biasa
Bung Hatta yang dikenal sebagai Gandi dari Indonesia itu dikenal sangat ingin menyelami kehidupan sebagai rakyat Indonesia. Ketika meninggal dunia pun Hatta tidak mau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. Dia hanya ingin dimakamkan di taman makam biasa.
"Saya ingin dikubur di kuburan rakyat biasa. Saya adalah rakyat biasa," kata Hatta dikutip dari buku "Bung Hatta Menjawab" karangan Z Yasni.
Sumber : Merdeka
3 komentar