Taklukkan Hari Anda dengan Kenikmatan Kopi Terbaik! Klik di sini dan Temukan Tiga Blend Kopi Menawan dari Robusta Dampit Malang dan Arabika Gayo Aceh. Dapatkan Sekarang!

Yogyakarta, 19 Desember 1948 Percakapan Dramatis Soekarno dan Soedirman

19 Desember 1948, dalam waktu singkat pasukan Belanda berhasil menguasai Kota Yogyakarta. Tujuan utama mereka menangkap Presiden RI Soekarno dan wakilnya Mohammad Hatta, membubarkan pemerintahan dan menghancurkan TNI. Belanda ingin menghapus Republik Indonesia dari peta dunia dan berkuasa kembali di tanah jajahannya.

Yogyakarta, 19 Desember 1948 Percakapan Dramatis Soekarno dan Soedirman
foto : merdeka.com

Menit-menit saat negara genting akibat serangan Belanda, Panglima TNI Jenderal Soedirman menemui Presiden Soekarno. Soedirman menghadap dalam balutan mantel dan sandal. Sudah berminggu-minggu panglima tentara ini tidak bisa bangun karena sakit.

Soedirman meminta Soekarno ikut gerilya, sementara Soekarno bersikeras tetap tinggal untuk selanjutnya berjuang melalui jalan diplomasi.

Soedirman berpendapat Belanda sudah ingkar janji, tak ada gunanya diplomasi. Sementara Soekarno yakin hanya dengan jalan diplomasi Indonesia bisa mendapat dukungan internasional guna menekan Belanda. Keduanya teguh pada pendapat masing-masing.


Soal perbedaan sikap dan siasat ini wajar terjadi antara pemimpin sipil dan militer. Sejarawan Petrik Matanasi menilai apa yang dilakukan Soedirman bukanlah sebuah pembangkangan militer pada presiden. Lagipula jika Soekarno ikut bergerilya justru akan mempersulit peperangan.

"Soekarno pun bisa kita yakini tak sanggup hidup dalam medan gerilya dan sangat mengandalkan diplomasi. Jika Soekarno ikut gerilya, gempuran militer Belanda di bawah Jenderal Spoor akan lebih gila kerasnya. Spoor begitu ingin Soekarno tewas dalam serangan," ujar Petrik kepada merdeka.com.

Dalam biografi Soekarno yang ditulis Cindy Adams, pertemuan Soekarno dan Soedirman itu dilukiskan dengan dramatis.

"Dirman, engkau seorang prajurit. Tempatmu di medan perang bersama pasukanmu. Tempatmu bukan pelarianku. Aku harus tinggal di sini dan mungkin bisa berunding untuk kita serta memimpin rakyat kita."

Soedirman memperingatkan Soekarno, tentara Belanda mungkin akan mencari dan membunuh presiden RI. Tapi Soekarno mengaku tak takut. Menurut Soekarno akan sangat memalukan jika seorang presiden tertangkap di tengah hutan belantara. Kedua pemimpin ini bertolak belakang soal gerilya atau bertahan di Yogya dan berdiplomasi.

"Jangan adakan pertempuran di jalan-jalan dalam kota. Kita dengan cara itu tidak akan mungkin menang. Akan tetapi, pindahkanlah tentaramu keluar kota. Dirman, berjuanglah sampai mati. Aku perintahkan kepadamu untuk menyebarkan seluruh tentara ke desa-desa. Isilah seluruh lembah dan bukit. Tempatkan anak buahmu di setiap semak belukar. Ini adalah perang gerilya semesta," pesan Soekarno pada Jenderal Soedirman.

Sementara itu Belanda sudah menguasai Lapangan Udara Maguwo. Sekitar pukul 11.00 WIB, pasukan baret hijau Belanda bergerak memasuki kota. Tujuan mereka menangkap Soekarno-Hatta dan para pejabat RI lain.

Tak butuh waktu lama untuk mencapai Istana Negara. Pertahanan TNI yang tersisa terlalu lemah untuk menghentikan gerak maju pasukan komando Belanda pimpinan Letkol Van Beek. Demikian ditulis dalam buku Doorstot Naar Djokja yang ditulis Julius Pour terbitan Kompas.

Setelah melumpuhkan pengawal presiden, baret hijau Belanda mengepung istana. Soekarno keluar menemui pasukan penyerang itu. Overste Van Beek memberi hormat.

"U staat onder huisarrest." Artinya anda sekarang menjadi tahanan rumah. Saat itu tentara Belanda juga menahan Mohammad Hatta, dan hampir seluruh menteri RI.

Belanda merasa menang saat itu. Mereka mengira sudah melumpuhkan pemerintahan Indonesia. Tapi mereka tak berhasil menangkap Jenderal Soedirman. Sebelumnya Kolonel Van Langen mengira Soedirman masih berkumpul di istana bersama Soekarno dan pejabat lain.

Ternyata saat pasukan baret hijau mengepung Istana, Soedirman telah berangkat untuk memulai perang gerilya. Jenderal yang sakit-sakitan itu pantang menyerah. Soedirman menolak permintaan Soekarno untuk bersembunyi di dalam kota dan menunggu sakitnya sembuh. Dengan paru-paru hanya sebelah, Soedirman menunjukkan tekadnya sebagai panglima pemimpin pasukan.

Pada Soedirman republik yang masih muda ini berharap. Soedirman tak kenal kata menyerah. Dari atas tandu dia membuat pasukan lawan frustasi. Soedirman berjuang hingga Belanda terusir dari Indonesia selamanya.



Sumber : Merdeka